“Adapun kaum
‘Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat
kencang, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan
delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong
(lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.”
(QS. Al Haaqqah, 69: 6-8) !
Kaum lain yang dimusnahkan dan diberitakan dalam
berbagai surat dalam Al Quran adalah kaum 'Ad, yang disebutkan sete-lah kaum
Nuh. Nabi Hud yang diutus untuk kaum ‘Ad meme-rintahkan mereka, sebagaimana
yang telah dilakukan nabi-nabi lainnya, untuk beriman kepada Allah dengan tidak
menyekutukan-Nya dan mematuhi dirinya sebagai nabi pada waktu itu. Namun mereka
menang-gapinya dengan rasa permusuhan. Ia didakwa sebagai seorang bodoh,
pembohong, dan berusaha mengubah apa yang telah dilakukan para leluhur mereka.
Dalam
Surat Hud semua hal yang terjadi antara Hud dengan kaum-nya diceritakan secara
terperinci:
“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka Hud.
Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.”
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi
seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku.
Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?”
Dan (dia berkata): ”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada
Tuhan-mu, lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat
deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah
kamu berpaling dengan berbuat dosa.”
Kaum ‘Ad berkata: ”Hai Hud, kamu tidak mendatangkan
kepada ka-mi suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan
mening-galkan sembahan-sembahan kami karena perbuatanmu, dan kami tidak akan
sekali-kali mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian
sembahan kami telah menimpakan pe-nyakit gila atas dirimu.”
Hud menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah
dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalan-kanlah tipu dayamu
semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya
aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang
melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku
di atas jalan yang lurus.
Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya
kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu;
dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya
Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. “
Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan
orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami
selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.
Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari
tanda-tanda kekua-saan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan
mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menantang
(kebenaran).
Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini
dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir
kepada Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad (yaitu) kaum Hud
itu.” (QS. Huud, 11: 50-60) !
Surat lain yang menyebutkan tentang kaum ‘Ad adalah
surat Asy-Syu’araa’. Dalam surat ini ditekankan beberapa karakteristik dari
kaum ‘Ad. Menurut surat ini kaum ‘Ad adalah kaum yang “mendirikan ba-ngunan di
setiap tempat yang tinggi” dan orang-orangnya “membangun gedung-gedung yang
indah dengan harapan mereka akan hidup di dalamnya (selamanya)”. Disamping itu,
mereka berbuat kejahatan dan berlaku bengis. Ketika Hud memperingatkan kaumnya,
mereka mengo-mentari kata-katanya sebagai “kebiasaan kuno”. Mereka sangat yakin
bahwa tidak ada hal yang akan terjadi terhadap mereka.
“Kaum ‘Ad telah mendustakan para rasul.
Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: “Mengapa
kamu tidak bertakwa?
Sesungguhnya aku adalah seorang rasul; kepercayaan
(yang diutus) kepadamu.
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
Dan sekali-kali aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak
lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.
Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi
bangunan un-tuk bermain-main, dan kamu membuat benteng-benteng dengan mak-sud
supaya kamu kekal (di dunia)?
Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai
orang-orang yang kejam dan bengis.
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
Dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menganugerahkan kepa-damu apa yang kamu ketahui.
Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang
ternak dan anak-anak,
dan kebun-kebun dan mata air,
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari
yang besar.”
Mereka menjawab: ”Adalah sama saja bagi kami, apakah
kamu memberi nasihat atau tidak memberi nasihat, (agama kami) ini tidak lain
hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan diazab”.
Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan
mereka. Se-sungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.
Dan
sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (QS.
Asy-Syu’araa’, 26: 123-140) !
Kaum yang menunjukkan permusuhan kepada Hud dan
melawan Allah itu benar-benar dibinasakan. Badai pasir yang mengerikan
membi-nasakan kaum ‘Ad seakan-akan mereka “tidak pernah ada”.
Temuan Arkeologis di Kota Iram
Pada awal tahun 1990 muncul keterangan pers dalam
beberapa surat kabar terkemuka di dunia yang menyatakan “Kota Legenda Arabia
yang Hilang Telah Ditemukan”, “Kota Legenda Arabia Ditemukan”, “Ubar, Atlantis
di Padang Pasir.” Yang membuat temuan arkeologis ini lebih menarik adalah
kenyataan bahwa kota ini juga disebut dalam Al Quran. Banyak orang, yang sejak
dahulu beranggapan bahwa kaum ‘Ad sebagai-mana diceritakan dalam Al Quran
hanyalah sebuah legenda atau berang-gapan bahwa lokasi mereka tidak akan pernah
ditemukan, tidak dapat menyembunyikan keheranan mereka atas penemuan ini.
Penemuan kota ini, yang hanya disebutkan dalam cerita lisan Suku Badui,
membangkit-kan minat dan rasa keingintahuan yang besar.
Adalah Nicholas Clapp, seorang arkeolog amatir yang menemukan
kota legendaris yang disebutkan dalam Al Quran ini19. Sebagai seorang
Arabophile dan pembuat film dokumenter berkualitas, Clapp telah men-jumpai
sebuah buku yang sangat menarik selama penelitiannya tentang sejarah Arab. Buku
ini berjudul Arabia Felix yang ditulis oleh seorang pe-neliti Inggris bernama
Bertram Thomas pada tahun 1932. Arabia Felix adalah penamaan Romawi untuk
bagian selatan semenanjung Arabia yang dewasa ini mencakup Yaman dan sebagian
besar Oman. Bangsa Yunani menyebut daerah ini “Eudaimon Arabia”. Sarjana Arab
abad per-tengahan menyebutnya sebagai “Al Yaman As-Sa'idah”20.
Semua nama tersebut berarti “Arabia yang Beruntung”,
karena orang-orang yang hidup di daerah tersebut di masa lalu dikenal sebagai
orang-orang yang paling beruntung pada zamannya. Lalu, apakah yang menjadi
alasan bagi penamaan seperti itu?
Keberuntungan mereka sebagian berkaitan dengan letak
mereka yang strategis menjadi perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara
India dengan tempat-tempat di utara semenanjung Arab. Di sam-ping itu,
orang-orang yang berdiam di daerah ini memproduksi dan men-distribusikan
"frankincense" sejenis getah wangi dari pepohonan langka. Karena
sangat disukai oleh masyarakat kuno, tanaman ini digunakan sebagai dupa dalam
berbagai ritus keagamaan. Pada saat itu, tanaman tersebut setidaknya sama
berharganya dengan emas.
Thomas, sang peneliti Inggris memaparkan tentang
suku-suku yang “beruntung” ini dengan panjang lebar dan menyatakan bahwa ia
telah menemukan jejak sebuah kota kuno yang dibangun oleh salah satu dari
suku-suku ini21. Itulah kota yang dikenal suku Badui dengan sebutan “Ubar”.
Pada salah satu perjalanannya ke daerah tersebut, orang-orang Badui yang hidup
di padang pasir itu menunjukkan jalur-jalur usang dan menyatakan bahwa jalur-jalur
tersebut mengarah ke kota kuno Ubar. Thomas, yang sangat berminat dengan hal
ini meninggal sebelum mampu menuntaskan penelitiannya.
Clapp, setelah mengkaji tulisan Thomas, meyakini
keberadaan kota yang hilang tersebut. Tanpa banyak membuang waktu, ia memulai
pene-litiannya. Clapp membuktikan keberadaan Ubar dengan dua cara. Perta-ma, ia
menemukan jalur-jalur yang menurut suku Badui benar-benar ada. Ia meminta NASA
(Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) un-tuk menyediakan foto satelit
daerah tersebut. Setelah perjuangan yang panjang, ia berhasil membujuk pihak
yang berwenang untuk memotret daerah tersebut22.
Clapp melanjutkan mempelajari berbagai manuskrip dan
peta kuno di perpustakan Huntington di California. Tujuannya adalah untuk
mene-mukan peta dari daerah tesebut. Setelah melalui penelitian singkat, ia
me-nemukannya. Yang ditemukannya adalah sebuah peta yang digambar oleh
Ptolomeus, ahli geografi Yunani-Mesir di tahun 200 M. Pada peta ini ditunjukkan
lokasi sebuah kota tua yang ditemukan di daerah tersebut dan jalan-jalan yang
menuju kota tersebut.
Sementara itu, ia menerima kabar bahwa NASA telah
melakukan pemotretan. Dalam foto-foto tersebut, beberapa jalur kafilah menjadi
ter-lihat, suatu hal yang sulit dikenali dengan mata telanjang, namun dapat
dilihat sebagai satu kesatuan dari luar angkasa. Dengan membandingkan foto-foto
ini dengan peta tua yang di tangannya, akhirnya Clapp menca-pai kesimpulan yang
ia cari: jalur-jalur dalam peta tua sesuai dengan jalur-jalur dalam gambar yang
diambil dengan satelit. Tujuan akhir dari jejak-jejak ini adalah sebuah situs
yang luas yang ditengarai dahulunya merupakan sebuah kota.
Akhirnya, lokasi kota legendaris yang menjadi subjek
cerita-cerita lisan suku Badui ditemukan. Tidak berapa lama kemudian, penggalian
dimulai dan peninggalan dari sebuah kota mulai tampak di bawah gurun pasir.
Demikianlah, kota yang hilang ini disebut sebagai “Ubar, Atlantis di Padang
Pasir”.
Lalu, apakah yang membuktikan kota ini sebagai kota
kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al Quran?
Begitu reruntuhan-reruntuhan mulai digali, diketahui
bahwa kota yang hancur ini adalah milik kaum ‘Ad dan berupa pilar-pilar Iram
yang disebutkan dalam Al Quran, karena di antara berbagai struktur yang di-gali
terdapat menara-menara yang secara khusus disebutkan dalam Al Quran. Dr.
Zarins, seorang anggota tim penelitian yang memimpin peng-galian mengatakan
bahwa karena menara-menara itu disebut sebagai bentuk khas kota 'Ubar, dan
karena Iram disebut mempunyai menara-menara atau tiang-tiang, maka itulah bukti
terkuat sejauh ini, bahwa situs yang mereka gali adalah Iram, kota kaum ‘Ad
yang disebutkan dalam Al Quran:
Apakah kamu
tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, (yaitu)
penduduk Iram yang mempunyai ba-ngunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah
dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. (QS. Al Fajr, 89:
6-8) !
Kaum ‘Ad
Sejauh ini kita telah melihat kemungkinan Ubar sebagai
kota Iram yang disebutkan dalam Al Quran. Menurut Al Quran, warga kota
terse-but tidak mengindahkan seruan Nabi Hud yang membawakan risalah kepada
mereka dan memberi peringatan mereka, maka akhirnya mereka pun dibinasakan.
Identitas kaum ‘Ad yang membangun kota Iram juga telah
menim-bulkan banyak perdebatan. Dalam berbagai catatan sejarah tidak pernah
disebutkan tentang suatu kaum pun yang telah memiliki kebudayaan yang begitu
maju atau tentang peradaban yang mereka kembangkan. Mungkin akan dianggap aneh
bahwa nama dari sebuah kaum semacam itu tidak ditemukan dalam catatan sejarah.
Di sisi lain, seharusnya tidak terlalu mengherankan
bila tidak di-temukan keberadaan kaum ini dalam berbagai catatan dan arsip
pera-daban lama. Alasannya adalah bahwa kaum ini tinggal di Arabia Selatan,
sebuah daerah yang jauh dari kaum lain yang hidup di daerah Mesopo-tamia dan
Timur Tengah, dan hanya memiliki hubungan yang terbatas dengan mereka. Adalah
hal yang umum bagi sebuah negara, yang sangat jarang dikenal, untuk tidak
tercantum dalam catatan sejarah. Namun di samping itu, sangat mungkin untuk
menemukan cerita-cerita tentang kaum ‘Ad di antara orang-orang yang hidup di
sekitar Timur Tengah.
Alasan terpenting mengapa kaum ‘Ad tidak disebutkan
dalam catatan tertulis adalah karena saat itu komunikasi tertulis tidak lazim
di daerah tersebut. Sehingga, sangat mungkin kaum ‘Ad telah membangun sebuah
peradaban, namun belum pernah disebutkan dalam catatan seja-rah dari peradaban
lain yang melakukan dokumentasi. Jika saja kebuda-yaan ini berlangsung sedikit
lebih lama, mungkin lebih banyak lagi yang dapat diketahui tentang kaum ‘Ad di
saat ini.
Tidak ada catatan tertulis tentang kaum ‘Ad, namun
memungkinkan untuk menemukan informasi penting tentang “keturunan” mereka dan
untuk mendapatkan gambaran tentang kaum ‘Ad dari informasi ini.
Bangsa Hadram, Anak Cucu ‘Ad
Tempat pertama yang diamati untuk mencari kemungkinan
jejak-jejak peradaban yang didirikan kaum 'Ad atau anak cucu mereka, adalah
Yaman Selatan di mana “Ubar, Atlantis di padang pasir” ditemukan dan yang
disebut sebagai “Arabia yang Beruntung”. Di Yaman selatan, empat bangsa telah
hidup sebelum zaman kita, dan disebut orang Yunani sebagai “Arab yang
Beruntung”. Mereka adalah bangsa Hadram, Saba’, Mina, dan Qataba. Keempat
bangsa ini berkuasa dalam waktu yang sing-kat pada daerah-daerah yang saling
berdekatan.
Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad
telah memasuki satu periode perubahan dan kemudian muncul kembali di panggung
sejarah. Dr. Mikhail H. Rahman seorang peneliti dari Univer-sity of Ohio merasa
yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari bangsa Hadram, salah satu dari
empat bangsa yang pernah menghuni Yaman Selatan. Bangsa Hadramaut, yang muncul
sekitar 500 SM, setidaknya dikenal di antara bangsa-bangsa yang dinamai “Arabia
yang Beruntung”. Bangsa-bangsa ini berkuasa di wilayah Yaman Selatan cukup lama
dan menghilang sepenuhnya pada 240 M pada akhir dari periode panjang
kemunduran.
Nama Hadram mengisyaratkan bahwa mereka mungkin
merupakan keturuan dari kaum ‘Ad. Penulis Yunani Pliny, yang hidup pada abad
ke-3 SM, menyebut suku bangsa ini sebagai "Adramitai" yang berarti
bangsa Hadram. Pengistilahan nama dalam bahasa Yunani adalah akhiran - kata
benda, kata benda "Adram" langsung mengisyaratkan bahwa ia merupa-kan
perubahan dari kata "Ad-i Ram" yang disebutkan dalam Al Quran.
Ptolomeus, seorang ahli geografi Yunani (150-100 SM)
menunjukkan bagian selatan Semenanjung Arabia sebagai tempat kaum yang disebut
“Adramitai” pernah hidup. Daerah ini sampai sekarang dikenal dengan nama
“Hadhramaut”23. Ibu kota negara Hadram, Shabwah terletak di barat Lembah
Hadhramaut. Menurut berbagai legenda tua, Nabi Hud yang diutus kepada kaum ‘Ad
dimakamkan di Hadhramaut.
Faktor lain yang membenarkan pemikiran bahwa
Hadhramaut ada-lah penerus dari kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani
me-negaskan kaum Hadram sebagai “suku bangsa terkaya di dunia…”. Ca-tatan
sejarah mengatakan bahwa Hadram sangat maju dalam pertanian frankincense, salah
satu tanaman paling berharga waktu itu. Mereka telah menemukan cara-cara
penggunaan baru bagi tanaman ini dan memper-luas penggunaannya. Hasil pertanian
bangsa Hadram jauh lebih banyak daripada produksi tanaman tersebut di masa
kini.
Apa yang ditemukan pada penggalian di Shabwah yang
dikenal seba-gai ibu kota Hadram sangatlah menarik. Dalam berbagai penggalian
yang dimulai pada tahun 1975 para ahli arkeologi sangat sulit mencapai
sisa-sisa kota tersebut karena tertimbun di bawah gurun pasir. Temuan yang
dihasilkan di akhir penggalian amat menakjubkan, karena kota kuno yang belum
tergali itu merupakan salah satu kota yang teramat luar biasa menarik yang
ditemukan hingga saat itu. Kota dikelilingi dinding yang berhasil diungkap
memiliki ukuran lebih luas daripada situs kuno Yaman mana pun dan istananya
merupakan bangunan yang sangat menakjub-kan.
Tidak diragukan lagi, sangat logis untuk menduga bahwa
bangsa Hadram telah mewarisi keunggulan arsitektur ini dari pendahulunya kaum
‘Ad. Hud berkata kepada kaum ‘Ad ketika memperingatkan mere-ka:
“Apakah kamu
mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main? Dan kamu
membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di dalamnya)?” (QS.
Asy-Syu’araa’, 26: 128-129) !
Ciri menarik lainnya dari bangunan-bangunan di Shabwah
adalah tiang-tiang yang sangat rumit. Tiang-tiang di Shabwah tampak sangat unik
karena bundar dan disusun dalam serambi-serambi melengkung, semen-tara semua
situs di Yaman sejauh itu baru ditemukan memiliki tiang-tiang monolit berbentuk
persegi. Orang-orang Shabwah tentunya mewarisi gaya arsitektur dari para
leluhurnya, kaum ‘Ad. Fotius, Patriach Yunani Bizantium dari Konstantinopel
pada awal abad ke-9 M, melaku-kan penelitian besar-besaran tentang Arabia
Selatan dan aktivitas perda-gangan mereka, karena ia mempunyai akses pada
manuskrip Yunani Kuno yang sudah musnah saat ini, dan khususnya karya
Agatharachides (132 SM) tentang Laut Eritrea (Laut Merah). Fotius menyebutkan
dalam salah satu artikel-nya: “Diwartakan bahwa mereka (bangsa Arab Selatan)
telah membangun banyak tiang berlapis emas atau terbuat dari perak.
Ruangan-ruangan di antara tiang-tiang tersebut sangat mengagumkan untuk
dilihat”24.
Walaupun tidak langsung merujuk kepada bangsa Hadram,
tetap sa-ja pernyataan Fotius tersebut memberikan gambaran tentang kemakmur-an
dan kecakapan membangun orang-orang yang tinggal di wilayah itu. Penulis klasik
Yunani, Pliny dan Strabo menggambarkan kota-kota ini sebagai “dihiasi oleh
berbagai kuil dan istana yang indah”.
Ketika kita memikirkan bahwa para penghuni kota ini
adalah ketu-runan kaum ‘Ad, jelaslah mengapa Al Quran menyebutkan tempat
ting-gal kaum ‘Ad sebagai “kota Iram dengan tiang-tiangnya yang tinggi”. (QS.
Al Fajr, 89: 7).
Sumber-Sumber Mata Air dan Kebun-Kebun Kaum 'Ad
Saat ini, pemandangan paling sering ditemui seseorang
yang mela-kukan perjalanan ke Arab Selatan adalah padang pasir teramat luas.
Hampir semua tempat dihampari pasir, kecuali kota-kota dan daerah-daerah yang
telah dihijaukan kemudian. Gurun pasir ini telah ada sejak ratusan dan mungkin
ribuan tahun.
Namun dalam Al Quran, terdapat informasi menarik dalam
salah satu ayat yang berkenaan dengan kaum ‘Ad. Ketika memperingatkan kaumnya,
Nabi Hud mengingatkan tentang mata air dan kebun yang telah dianugerahkan Allah
kepada kaum ‘Ad:
“Maka
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan ber-takwalah kepada Allah
yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah
menganugerahkan kepadamu bina-tang-binatang ternak dan anak-anak, dan
kebun-kebun dan mata air, sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari
yang besar.” (QS. Asy-Syu'araa', 26: 131-135) !
Namun sebagaimana telah kita catat sebelumnya, Ubar,
yang dikenal dengan kota Iram dan tempat-tempat lainnya yang berkemungkinan
sebagai daerah hunian kaum ‘Ad, saat ini tertutup pasir seluruhnya. Lalu,
mengapa Hud menggunakan ungkapan semacam itu ketika memper-ingatkan kaumnya?
Jawabannya tersembunyi dalam sejarah perubahan iklim.
Berbagai catatan sejarah mengungkapkan bahwa daerah-daerah yang sekarang telah
menjadi gurun pasir, pada suatu ketika pernah merupakan tanah yang sangat hijau
dan produktif. Kurang dari seribu tahun yang lampau, sebagian besar wilayah
tersebut dihampari kawasan hijau dan mata-mata air sebagaimana disebutkan dalam
Al Quran, dan penghuninya meman-faatkan karunia itu. Hutan-hutan melunakkan
kerasnya iklim wilayah tersebut dan membuatnya dapat dihuni. Padang pasir
memang ada, namun tidak seluas seperti saat ini.
Di Arabia Selatan, bukti-bukti penting telah diperoleh
di wilayah tempat kaum ‘Ad pernah hidup, yang dapat memberikan titik terang
atas persoalan ini. Di sini nampak bahwa penduduk dari daerah ini menggu-nakan
sistem pengairan yang sudah sangat maju. Sistem pengairan ini kemungkinan besar
hanya dimaksudkan untuk satu tujuan, yaitu perta-nian. Wilayah-wilayah
tersebut, yang sekarang tak lagi layak huni, pada suatu masa pernah diolah manusia.
Pencitraan satelit juga telah mengungkapkan suatu
sistem saluran-saluran air kuno yang luas dan bendungan-bendungan yang
digunakan untuk pengairan di sekitar Ramlat As Sab’atayan yang diperkirakan
mampu menghidupi sekitar 200.000 orang di kota-kota yang berdekatan25. Seperti
dinyatakan Doe, salah seorang peneliti yang melakukan riset: “Begitu suburnya
daerah di sekitar Ma’rib, sehingga seseorang akan menganggap bahwa seluruh
daerah di antara Ma’rib dan Hadhramaut dahulunya pernah berada di bawah satu
pengelolaan26.
Seorang penulis klasik Yunani, Pliny menggambarkan
bahwa wila-yah ini dahulunya sangat subur dengan gunung berhutan lebat
berse-limut kabut, sungai dan hutan yang tidak ada putusnya. Dalam berbagai
prasasti yang ditemukan di beberapa kuil kuno dekat Shabwah, ibu kota Hadram,
dikatakan bahwa binatang-binatang diburu di daerah tersebut dan sebagiannya
tersebut untuk dikorbankan. Semua ini mengungkap-kan bahwa daerah tersebut
pernah dihampari tanah yang subur, di sam-ping gurun pasir.
Kecepatan gurun pasir itu berkembang, dapat dilihat
pada beberapa riset terbaru yang dilakukan oleh Institut Smithsonian di
Pakistan. Se-buah kawasan yang dikenal sangat subur di abad pertengahan telah
ber-ubah menjadi gurun pasir dengan bukit-bukit pasir setinggi enam meter;
gurun tersebut diketahui bertambah rata-rata 6 inci per harinya. Dengan
kecepatan seperti ini pasir dapat menelan bangunan tertinggi sekalipun dan
menguburnya sehingga bangunan itu bagaikan tidak pernah ada. Dengan demikian
penggalian di Timna, Yaman pada tahun 1950 hampir seluruhnya tertimbun lagi
oleh pasir. Piramid-piramid di Mesir dulunya juga pernah tertimbun pasir dan
baru muncul ke permukaan setelah melalui penggalian yang sangat lama.
Singkatnya, jelaslah bahwa daerah yang kini dikenal sebagai gurun pasir mungkin
memiliki tampilan yang sangat jauh berbeda di masa lalu.
Bagaimana Kaum ‘Ad Dihancurkan?
Di dalam Al Quran, dituturkan bahwa kaum ‘Ad telah
dibinasakan dengan “angin badai yang dahsyat”. Dalam ayat-ayat ini disebutkan
bah-wa angin badai yang hebat berlangsung selama tujuh malam delapan hari dan
menghancurkan kaum ‘Ad keseluruhannya:
“Kaum ‘Ad pun
telah mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyat-nya azab-Ku dan
ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin
yang sangat kencang pada hari yang naas terus-menerus.” (QS. Al Qamar, 54:
18-20) !
“Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan
angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu
kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu
lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati berge-limpangan seakan-akan mereka tunggul
pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (QS. Al Haaqqah, 69: 6-7) !
Meskipun telah diperingatkan sebelumnya, mereka tidak
mengin-dahkan peringatan dan terus menolak nabi mereka. Mereka berada dalam
angan-angan seperti itu, sehingga mereka tidak memahami apa yang sedang terjadi
ketika melihat penghancuran tersebut menghampiri mereka, dan tetap dalam
keingkarannya :
“Maka tatkala
mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka,
berkatalah mereka: “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.
(Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu)
angin yang mengandung azab yang pedih.” (QS. Al Ahqaaf, 46: 24) !
Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka melihat awan
yang akan menghancurkan mereka, namun tidak dapat memahaminya dan berpikir
bahwa itu merupakan awan yang membawa hujan. Ini merupakan pe-tunjuk penting
bagaimana bencana itu saat mendekati mereka, karena sebuah badai topan yang
sedang menyapu sepanjang gurun pasir juga akan tampak seperti sebuah awan hujan
dari kejauhan. Mungkin kaum ‘Ad tertipu oleh pemunculan ini dan tidak menyadari
bencana tersebut. Doe memberikan sebuah deskripsi tentang badai pasir (yang
sepertinya berdasarkan pengalaman pribadinya): “Tanda pertama (dari badai debu
atau pasir) adalah mendekatnya tembok udara mengandung pasir yang tingginya
mungkin mencapai ribuan kaki, yang diangkat oleh aliran yang meninggi dengan
kuat dan diaduk oleh angin yang cukup kuat”27.
“Ubar, Atlantis di padang pasir“ yang dianggap sebagai
sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad telah ditemukan kembali dari bawah lapisan pasir
yang bermeter-meter tebalnya. Tampaknya angin dahsyat yang berlang-sung selama
“tujuh malam dan delapan hari” sebagaimana disebutkan Al Quran, menumpuk
berton-ton pasir di atas kota itu dan menimbun pen-duduknya hidup-hidup.
Penggalian-penggalian di Ubar menunjukkan kemungkinan yang sama. Majalah
Prancis, Ca M'Interesse menyatakan hal yang serupa; “Ubar terkubur di bawah
pasir setebal 12 meter karena sebuah badai”28.
Bukti paling penting yang menunjukkan bahwa kaum ‘Ad
dikubur oleh sebuah badai pasir adalah kata “ahqaf” yang digunakan dalam Al
Quran untuk menandai lokasi dari kaum ‘Ad. Deskripsi yang digunakan dalam ayat
21 surat Al Ahqaaf adalah sebagai berikut:
“Dan ingatlah
(Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika ia memberi peringatan kepada kaumnya di Al
Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan
sebelumnya dan sesu-dahnya (dengan mengatakan): “Janganlah kamu menyembah
selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang
besar.”
Ahqaaf dalam bahasa Arab berarti “bukit-bukti pasir“
adalah bentuk plural dari kata “hiqf” yang berarti sebuah bukit pasir. Ini
menunjukkan bahwa kaum ‘Ad hidup di daerah yang penuh dengan “bukit-bukit
pasir” yang memberikan landasan paling masuk akal untuk sebuah fakta bahwa
mereka dikubur oleh sebuah badai pasir. Menurut sebuah interpretasi, ahqaaf
kehilangan artinya sebagai “bukit-bukit pasir” dan menjadi nama sebuah tempat
di selatan Yaman di mana kaum ‘Ad hidup. Ini tidak mengubah fakta bahwa akar
kata ini adalah bukit-bukit pasir, namun hanya menunjukkan bahwa kata ini telah
menjadi khas untuk daerah ini karena banyaknya bukit pasir.
Penghancuran yang menimpa kaum ‘Ad yang berasal dari
badai pasir yang “mencabut orang-orang seakan mereka adalah akar pohon palem
yang tercerabut (dari dalam tanah)”, tentunya telah memusnahkan seluruh
penduduk dalam waktu yang sangat singkat, mereka yang hing-ga saat itu hidup
dengan mengolah lahan-lahan subur dan membangun bendungan-bendungan serta
saluran-saluran air irigasi untuk mereka sendiri. Semua ladang olahan yang
subur, saluran irigasi, dan bendungan milik masyarakat yang pernah hidup di
sana tertutup oleh pasir, dan seluruh kota dan penduduknya terkubur hidup-hidup
dalam pasir, setelah mereka dihancurkan, padang pasir berkembang di sana dan
menutupinya tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Sebagai akibatnya dapat dikatakan bahwa temuan sejarah
dan arkeo-logi mengindikasikan bahwa kaum ‘Ad dan kota Iram benar-benar per-nah
ada dan dihancurkan seperti disebutkan dalam Al Quran. Berdasar-kan penelitian
lebih lanjut, sisa-sisa dari kaum ini telah ditemukan kem-bali dari dalam gurun
pasir.
Apa yang seharusnya dilakukan seseorang kala
memperhatikan sisa-sisa yang terkubur di dalam pasir adalah mengambil
peringatan sebagai-mana ditegaskan dalam Al Quran. Al Quran menyatakan bahwa
kaum ‘Ad telah sesat karena kesombongan mereka dan berkata: ”Siapakah
kekuatannya yang lebih besar dari kami?.” Di akhir ayat, dikatakan, “Dan apakah
mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah Yang mencipta-kan mereka adalah
lebih besar kekuatan-Nya dari mereka?” (QS. Al Fushilaat, 41 : 15). !
Yang seharusnya dilakukan oleh seorang insan adalah
mengingat kenyataan yang tidak berubah sepanjang waktu ini dan memahami bahwa
Allah Yang Mahabesar dan Mahamulia; seorang insan hanya dapat menjadi sejahtera
dengan menyembah-Nya.
Picture Text
Sisa-sisa dari kota Ubar, tempat tinggal kaum 'Ad,
ditemukan di suatu tempat dekat tanjung Oman.
Banyak karya seni dan monumen dari peradaban maju
pernah dibangun di Ubar sebagaimana disebutkan dalam Al Quran. Saat ini, hanya
peningggalan-peninggalan di atas yang tersisa.
Penggalian yang dilakukan di Ubar.
Lokasi kota 'Ad ditemukan dengan foto-foto yang
diambil dari pesawat ulang alik. Dalam foto tersebut, tempat jalur-jalur
kafilah bertemu ditandai, dan mengarah ke Ubar.
1. Ubar, hanya dapat dilihat dari luar angkasa sebelum
dilakukan penggalian.
2. Kota yang berada 12 meter di bawah pasir ditemukan
dengan penggalian.
Saat ini, daerah dimana kaum 'Ad pernah hidup penuh
dengan gundukan pasir.
Penggalian-penggalian yang dilakukan di Ubar, di mana
sisa-sisa sebuah kota ditemukan di bawah lapisan pasir yang ketebalannya
bermeter-meter. Di daerah ini, diketahui bahwa bencana badai pasir dapat
menyebabkan pasir dalam jumlah yang sangat besar terkumpul dalam waktu sekejap.
Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan dengan cara yang tidak terduga-duga.
0 komentar:
Posting Komentar