Sabtu, 08 Agustus 2015

Kisah inspiratif ABDULLAH BIN HUDZAFAH AS-SAHMY


“Sepantasnyalah setiap kaum muslimin mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah.
Nah Aku yang memulai !“ (‘Umar bin Khatbthab).

Pahlawan yang kita kisahkan ini, sahabat Rasulullah saw. bernama: ‘ABDULLAH BIN HUDZAFAH AS-SAHMY.
Sebelumnya sejarah melewatkannya begitu saja, seperti milyunan orang-orang ‘Arab lainnya. Tetapi Islamlah yang kemudian menugaskan ‘Abdullah bin Hudzhafah menemui dua orang raja besar dunia pada zamannya, yaitu Kisra, Maharaja Persia, dan Kaisar Agung, Maharaja Romawi. Pertemuan ‘Abdullah dengan kedua raja dunia itu abadi dalam sejarah, dan mewarnai perjalanan sejarah itu sèndiri.

Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra, Maharaja Persia, terjadi pada tahun keenam Hijriyah, yaitu ketika Rasulullah saw. mulai mengembangkan Da’wah Islam ke seluruh pelosok dunia. Ketika itu beliau berda’wah melalui surat kepada raja-raja ‘Ajam (non Arab), mengajak mereka masuk Islam.


Rasullulah saw. telah memperhitungkan resiko yang mungkin timbul dalam pekerjaan penting ini. Para utusan akan diberangkatkan ke negeri-negeri. asing yang belum mereka kenal selama ini. Mereka tidak paham bahasa negeri-negeri yang mereka tuju, belum mengenal seluk-beluk pemerintahan, sosial, dan budayanya. Tetapi mereka harus pergi ke sana mengajak raja-raja asing itu meninggalkan agama mereka semula dan agar mereka menanggalkan kemegahan dan kekuasaaan mereka, untuk tunduk kepada agama Islam yang dianut oleh suatu bangsa yang kemaren menjadi rakyat taklukan mereka.
Memang suatu tugas yang berat dan berbahaya. Pergi ke sana berarti hilang. Kalau toh bisa kembali, berarti suatu kelahiran baru. Karena itu Rasulullah saw. mengum pulkan para sahabat, kemudian beliau berpidato dihadapan mereka.


Seperti biasa, mula-mula Rasulullah saw. memuji Allah swt. dan membaca tasyahhud. Sesudah itu beliau berkata:
“Sesungguhnya aku telah merencanakan hendak mengirim beberapa orang di antara kalian kepada raja raja ‘Ajam. Karena itu janganlah kalian menolak gagasan ku, seperti Bani Israil menolak gagasan Isa bin Maryam.”
Jawab para sahabat, “Kami senantiasa siap melaksanakan segala perintah Rasulullah. Kami bersedia dikirim ke. mana saja dihendaki Rasulullah.”
Rasulullah menunjuk enam orang sahabat untuk menyampaikan surat beliau kepada raja-raja ‘Arab dan ‘Ajam. Salah seorang di antara mereka ialah ‘Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy, dipilih beliau untuk menyampaikan surat kepada Kisra Abrawiz, Maharaja Persia.


‘Abdullah bin Hudzafah telah menyiapkan kendaraannya untuk berangkat. Anak-anak dan keluarganya dititipkannya kepada para sahabat. Kemudian dia berangkat ke tujuan, mengemban tugas dan Rasulullah dengan semangat dan tanggung jawab penuh. Gunung yang tinggi didakinya; lurah yang dalam dituruninya. Dia benjalan seorang diri, tiada berteman selain Allah swt.


Akhirnya ‘Abdullah bin Hudzafah tiba di ibu kota Persia. Dia minta izin masuk untuk bertemu dengan Kisra. ‘Abdullah memberitahukan kepada pengawal, bahwa dia utusan Rasulullah untuk menyampaikan surat kepada Kisra. Pengawal memberi tahu Kisra, ada utusan membawa surat untuk Baginda.


Kisra memanggil segala pembesar supaya hadir ke majlis Kisra. Kemudian Kisra mengizinkan ‘Abdullah bin Hudzafah masuk menghadap baginda di majlis yang serba gernilang itu.


‘Abdullah menghadap dengan pakaian sederhana, seperti kesederhanaan orang-orang Islam, tetapi kepalanya tegak, jalannya tegap. Dalam tulang belulangnya mengalir keperkasaan Islam. Di dalam hatinya menyala kekuasaan Iman.
Tatkala Kisra melihat ‘Abdullah menghadap, dia memberi isyarat kepada pengawal supaya menenima surat yang dibawa ‘Abdullah. Tetapi ‘Abdullah menolak memberikannya kepada pengawal.


Kata ‘Abdullah, “Jangan…! Rasulullah memerintahkan supaya memberikan surat ini langsung ke tangan Kisra tanpa perantara Aku tidak mau menyalahi perintah Rasulullah”
Kata Kisra kepada pengawal, “Biarkan dia mendekat kepadaku!”
‘Abdullah menghampiri Kisra, kemudian surat itu diberikannya ketangan Kisra sendiri. Kisra memanggil sekretaris berkebangsaan ‘Arab, berasal dari Hirah.’) Kemudian Kisra memerintahkan sekretaris itu membuka surat tersebut di hadapan baginda dan menyuruh membacakan isinya:

“Dan Muhammad Rasulullah, kepada Kisra, Maharaja Kisra.
Berbahagialah siapa yang mengikut petunjuk….”
Baru sampai di situ sekretaris membaca surat, api ke marahan menyala di dada Kisra. Mukanya merah, dan urat lehernya membengkak. Hal itu ialah karena Rasulullah menyebut nama beliau sendiri lebih dahulu sebelum menuliskan nama Kisra. Lalu Kisra merebut surat tersebut dari tangan sekretaris, dan menyobeknya tanpa mengetahui isi surat selanjutnya.
Kisra berteriak, “Berani-berani dia menulis seperti itu kepadaku….! padahal dia budakku…!”


Lalu diperintahkannya mengusir ‘Abdullah bin Hudzafah dari majlis.
‘Abdullah bin Hudzafah keluar dan Majlis Kisra. Dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya sesudah itu. Mungkin dia akan dibunuh dan mungkin pula akan tetap hidup di dunia bebas. Tetapi tidak lama ‘Ab dullah berpikiran begitu, ia pun berkata kepada dirinya sendiri, ‘Demi Allah! Aku tidak peduli apa pun yang akan terjadi. Yang penting tugas yang dibebankan Rasulullah kepadaku telah kulaksanakan dengan baik. Surat Rasulullah telah kusampaikan ke tangan yang bersangkutan.”


Lalu dengan sgap dia melompat naik kendaraannya, dan berpacu secepat-cepatnya.
Setelah kemarahan Kisra Abrawiz agak mereda, diperintahkannya pula para pengawal supaya menghadapkan ‘Abdullah kembali. Tetapi ‘Abdullah sudah tidak ada di tempat. Para pengawal mencari ‘Abdullah ke mana mana. Jejaknya pun tidak dapat mereka temukan. Mereka melacak ‘Abdullah di jalan yang menuju ke Jazirah ‘Arab. Tetapi ‘Abdullah sudah jauh, sehingga tidak mungkin tersusul oleh mereka.
Setibanya ‘Abdullah di hadapan Rasulullah, dilaporkannya segala kejadian yang dilihat dan dialaminya, dan perbuatan Kisra menyobek surat beliau.


Mendengar laporan ‘Abdullah, Rasulullah berkata ‘
(Semoga Allah menyobek-nyobek kerajaannya pula!)
Kisra menulis surat kepada Badzan, wakil baginda di Yanian untuk menangkap Rasulullah, kemudian membawa beliau ke hadapan Kisra.
Badzan segera melaksanakan perintah Maharaja Persia yang dipertuan. Badzan mengirim dua orang yang pilihan untuk menangkap Rasulullah, disertai sepucuk surat untuk beliau. Surat itu memerintahkan Rasulullah agar segera berangkat menghadap Kisra bersama-sama dengan kedua orang itu tanpa menunggu-nunggu.


Badzan memerintahkan pula kepada kedua utusannya supaya menyelidiki dengan seksama di mana Rasulullah berada, agar teliti dalam segala urusan, dan supaya melapor kepadanya sewaktu-waktu.
Kedua utusan Badzan segera berangkat. Maka dalam tempo singkat keduanya telah sampai di Thaif. Di sana mereka bertemu dengan para pedagang suku Quraisy. Keduanya bertanya kepada mereka di mana Rasulullah berada. Para pedagang mengatakan, “Muhammad berada di Yatsrib.”


Kemudian para pedagang itu meneruskan perjalanan mereka ke Makkah. Setibanya di Makkah, mereka menyiarkan berita gembira kepada penduduk Makkah. Kata mereka, “Tenanglah kalian…! Kisra akan membunuh si Muhammad, dan melindungi kalian dan kejahatannya.”
Kedua utusan Badzan terus ke Madinah. Mereka langsung menemui Rasulullah dan menyampaikan surat Badzan kepada beliau:
Kata mereka, Kisra, Maharaja Persia mengirim surat kepada Raja kami, Badzan, memerintahkan kami menemui Anda. Kisra memerintahkan kami supaya membawa Anda bersama-sama dengan kami menghadap baginda. Jika Anda berkenan pergi bersama-sama kami, Kisra mengatakan, itulah yang sebaik-baiknya bagi Anda, karena baginda tidak akan menghukum Anda. Tetapi jika Anda mengabaikan perintah Baginda, Anda tentu sudah tahu, baginda sangat berkuasa untuk membinasakan Anda!”
Rasulullah saw. tersenyum-senyum mendengar perkataan utusan Badzan.
Beliau berkata kepada mereka, “Sebaiknya Tuan-tuan beristirahat lebih dahulu sampai besok. Besok pagi Tuan tuan boleh kembali ke sini!”


Besok pagi kedua utusan itu datang kembali menemui Rasulullah, sesuai dengan janji.
Kata mereka, “Sudah siapkah Anda berangkat bersama-sama dengan kami menemui Kira?”
Jawab Rasulullah, ‘ tidak dapat lagi bertemu dengan Kisra sesudah hari ini Kisra telah dibunuh oleh anaknya sendiri “Syirwan”, pada jam sekian, detik sekian, hari dan bulan itu.”
Kedua utusan Badzan melihat wajah Rasulullah saw. dengan mata terbelalak keheranan.
“Sadarkah Anda dengan ucapan Anda?” tanya mereka. “Bolehkan kami tulis ucapan Anda itu untuk Badzan?”


“Silakan…! Bahkan boleh Tuan-tuan tambahkan, bahwasanya agamaku akan mencapai seluruh kawasan kerajaan Kisra. Jika Badzan masuk Islam, maka wilayah yang berada di bawah kekuasaannya akan saya serahkan kepadanya. Kemudian Badzan sendiri kuangkat menjadi raja bagi rakyatnya.” jawab Rasulullah yakin.


Kedua utusan Badzan meninggalkan Rasulullah saw. Mereka kembali menghadap Badzan. Mereka melapor kepada Badzan pertemuannya dengan Rasulullah saw., dan menyampaikan pesan beliau kepadanya.


Kata Badzan, “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, sesungguhnya dia seorang Nabi. Jika tidak, ucapannya itu hanya mimpi belaka.”
Tidak berapa lama kemudian, tibalah surat Syirwan kepada Badzan.
Kata Syirwan, “Kisra telah saya bunuh. Aku terpaksa membunuhnya karena dia menindas rakyat kami. Para bangsawan kami habiskan. Wanita-wanita mereka kami tawan. Dan harta benda mereka kami rampas. Maka bila suratku ini telah engkau baca, kamu dan rakyatmu hendaklah menyatakan tunduk kepadaku!”
Selesai membaca surat itu, Badzan mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, mulai saat ini dia masuk Islam - Mendengar pengumumannya itu, maka Islam pula segala pembesar dan orang-orang keturunan Persia yang berada di Yaman.
Itulah kisah pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kisra, Maharaja Persia.
Nah…! Bagaimana pula kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung, Maharaja Rum?
Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kaisar Agung, terjadi pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin Khaththab Al Faruq. Kisahnya merupakan kisah yang amat mengagumkan.
Pada tahun kesembilan-belas Hijriyah, Khalifah ‘Umar mengirim angkatan perang kaum muslimin memerangi kerajaan Rum. Dalam pasukan itü terdapat seorang perwira senior, ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy,


Kaisar Rum telah mengetahui keunggulan dan sifat-sifat tentara muslimin. Sumber kekuatan mereka ialah Iman yang membaja, dan kedalaman ‘aqidah, serta kebera nian mereka menghadang maut. Mati fisabifflah menjadi tekad dan cita-cita hidup mereka.
Kaisar memerintahkan kepada para perwiranya, “Jika kalian berhasil menawan tentara muslimin, jangan kalian bunuh mereka. Tetapi bawa ke hadapanku!” Ditakdirkan Allah, ‘Abdullah bin Hudzafah tertawa. ‘Abdullah dibawa mereka ke hadapan Baginda Kaisar.
Kata mereka, “Tawanan ini adalah sahabat Muhammad. Dia termasuk sahabat senior, dari kelompok yang pertama-tama masuk Islam. Dia tertawan, lalu kami bawa ke hadapan Paduka.”


Lama juga kaisar memperhatikan ‘Abdullah bin Hudzafah. Sesudah itu baru dia berkata, “Saya hendak menawarkan sesuatu kepada engkau.”
“Apa yang hendak Anda tawarkan?” tanya Abdullah.
‘Maukah engkau masuk agama Nasrani? Jika engkau mau, saya bebaskan engkau, kemudian saya beri pula hadiah besar,” kata Kaisar.


‘Abdullah bernafas dalam-dalam, lalu menjawab:
‘Yaah …., aku lebih suka mati seribu kali daripada menerima tawaran Anda,” kata ‘Abdullah mantap.
Kata Kaisar, “Saya lihat engkau seorang perwira yang pintar. Jika engkau mau menerima tawaranku, saya angkat engkau menjadi pembesar kerajaan, dan saya bagi kekuasaan saya dengan engkau.”
‘Abdullah yang diborgol itu tersenyum. Kemudian ia berkata: “Demi Allah! Seandainya Anda berikan kepadaku semua kerajaan Anda, ditambah dengan semua kerajaan ‘Arab, agar aku keluar dari agama Muhammad agak sebentar saja, niscayalah aku tidak dapat menerimanya.”


Kata Kaisar, “Kalau begitu, saya bunuh engkau!”
Jawab ‘Abdullah, “Silakan…! Lakukanlah sesuka Anda!”
‘Abdullah disuruhnya ikat di kayu salib. Kemudian diperintahkannya tukang panah memanah lengan ‘Abdullah.
Sesudah itu Kaisar bertanya, “Bagaimana…? Maukah engkau masuk agama Nasrani?”
“Tidak!” kata ‘Abdullah.
‘Panah kakinya!” perintah Kaisar.


Maka dipanah orang pula kakinya.
“Nah! Maukah engkau pindah agama?” tanya Kaisar membujuk
‘Abdullah tetap menolak.
Sesudah itu Kaisar menyuruh hentikan siksaan dengan panah, lalu ‘Abdullah diturunkan dari tiang salib. Kemudian Kaisar meminta sebuah kuali besar, lalu dituangkan minyak ke dalam dan diletakkan orang di atas tungku berapi. Setelah minyak menggelegak, Kaisar meminta dua orang tawanan muslim. Seorang di antaranya disuruh nya lemparkan ke dalam kuali. Sebentar kemudian, daging orang itu hancur sehingga keluar tulang belulangnya.


Kaisar menoleh kepada ‘Abdullah, dan membujuknya masuk Nasrani. Tetapi ‘Abdullah menolak lebih keras. Setelah Kaisar putus asa, diperintahkannya melemparkan ‘Abdullah ke dalam kuali. Ketika pengawal menggiring ‘Abdullah ke dekat kuali, ‘Abdullah menangis.


Para pengawal mengatakan kepada Kaisar, ‘Dia menangis, Paduka!”
Kaisar menduga, tentu ‘Abdullah menangis karena takut mati.
Kata Kaisar, “Bawa dia kembali kepadaku!”
‘Abdullah berdiri kembali di hadapan Kaisar.
Kaisar menanyakan apakah ‘Abdullah mau menjadi Nasrani. Dengan Iman yang kokoh kuat, ‘Abdullah tetap menolak bujukan Kaisar.
Kata Kaisar, “Celaka…! Mengapa engkau menangis?”
Jawab Abdullah, “Aku menangis karena keinginanku selama ini tidak terkabul. Aku ingin mati di medan tempur perang fisabiillah. Ternyata kini, aku akan mati konyol dalam kuali.”
“Maukah engkau mencium kepalaku? Nanti kubebaskan engkau!” kata Kaisar dengan angkuh.
Jawab Abdullah, “bebas beserta semua kawan-ka wanku tawanan muslim?”
Jawab Kaisar, “Ya, saya bebaskan engkau berserta semua tawanan muslim.”
‘Abdullah berpikir sejenak, “Aku harus mencium kepala musuh Allah. Tetapi aku dan kawan-kawan yang tertawan bebas. Ah.. tidak ada ruginya.”


“Abdullah menghampiri Kaisar, lalu diciumnya kepala musuh Allah itu.
Sesudah itu Kaisar memerintahkan para pengawal mengumpulkan semua tawanan muslim untuk dibebaskan dan diserahkan kepada ‘Abdullah bin Hudzafah.
Setibanya ‘Abduflah bin Hudzafah di hadapan Khalifah ‘Umar bin Khaththab, dilaporkannya kepada beliau semua yang dialaminya serta pembebasannya berikut sejumlah tentara muslimin yang tertawan. Khalifah sangat gembira mendengarkan laporan ‘Abdullah. Ketika Khalifah memeriksa prajurit muslim yang tertawan dan bebas bersama-sama ‘Abdullah, beliau berkata, “Sepantasnyalah setiap orang muslim mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah. Nah…! Aku yang memulai….!”


Khalifah berdiri seketika itu juga, lalu mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy.
***



Minggu, 28 Juni 2015

Spesial Romadhon 1436 H; RAHASIA PUASA




Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi (HR. Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar.
Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).
e.Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini
masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).

Spesial Ramadhan 1436 H; PETUNJUK NABI DALAM BERPUASA




        Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah. Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa. Beliau juga melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338 )