Masalah Ekonomi adalah masalah yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari hari baik masalah dalam jual beli, tawar
menawar ataupun ekspor impor. Dalam kehidupan sekarang terutama di Indonesia
terdapat beberapa masalah ekonomi yang terjadi diantaranya Pengangguran,
Kemiskinan, Harga, Profit, Inflasi, Hutang, Sistem Ekonomi, Ekonomi politik,
Kesejahteraan dan Pertumbuhan Ekonomi. Untuk lebih memahami masalah masalah
ekonomi tersebut, saya akan menjelaskan satu persatu masalah ekonomi yang sering
terjadi.
A. Pengangguran
Pengangguran adalah suatu kondisi di
mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan.
Ada berbagai macam tipe pengangguran, misalnya pengangguran teknologis,
pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Tingginya angka
pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak
merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu
faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang
menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di
negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk
sumber daya manusia. Seorang pengamat tenaga kerja dari Serang Darlaini
Nasution SE mengatakan, ada tiga faktor mendasar yang menjadi penyebab masih
tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Ketiga faktor tersebut adalah,
ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan
kerja, ketidakseimbangan demand (permintaan) dan supply (penawaran) dan kualitas
Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan
masih rendah. Penyebab lainnya adalah kualitas SDM itu sendiri yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan di lapangan, antara lain dikarenakan penciptaan
SDM oleh perguruan tinggi yang belum memadai, atau belum mencapai standar yang
ditetapkan.
Pengangguran intelektual di
Indonesia cenderung terus meningkat dan semakin mendekati titik yang
mengkhawatirkan. Pengangguran intelektual ini tidak terlepas dari persoalan
dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai
tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah
bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang dihadapi oleh
bangsa kita di mana para tenaga kerja yang terdidik banyak yang menganggur
walaupun mereka sebenarnya menyandang gelar. Salah satu penyebab pengangguran
di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah karena kualitas pendidikan tinggi
di Indonesia yang masih rendah. Akibatnya lulusan yang dihasilkanpun
kualitasnya rendah sehingga tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat. Pengangguran terdidik dapat saja dipandang sebagai rendahnya
efisiensi eksternal sistem pendidikan. Namun bila dilihat lebih jauh, dari sisi
permintaan tenaga kerja, pengangguran terdidik dapat dipandang sebagai
ketidakmampuan ekonomi dan pasar kerja dalam menyerap tenaga terdidik yang
muncul secara bersamaan dalam jumlah yang terus berakumulasi.
Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi
Pengangguran
Menarik
para investor asing bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah jika kita berkaca
pada situasi dan kondisi sekarang ini. Suhu politik yang semakin memanas,
kerawanan sosial, teror bom, faktor desintegrasi bangsa,dan berbagai masalah
lainnya akan membuat para investor asing enggan untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Karena itulah maka situasi dan kondisi yang kondusif haruslah
diupayakan dan dipertahankan guna menarik investor asing masuk kemari dan
menjaga agar para investor asing yang sudah menanamkan modalnya asing tidak
lagi menarik modalnya ke luar yang nantinya akan berakibat capital outflow.
Untuk aplikasinya ada baiknya
pemerintah tetap mendata pengangguran dan kemiskinan secara tepat tanpa
kepentingan apapun dan sekaligus mencari jalan keluar untuk masalah ini.
Mungkin banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah mengatasi masalah
pengangguran.
Pertama, menjaga stabilitas politik
dan ekonomi. Keadaan politik dan ekonomi yang stabil harus terus dipertahankan
agar dunia usaha baik pengusaha dalam dan luar negri merasa nyaman dalam
menjalankan usahanya. Bangkitnya dunia usaha (sektor riil) akan menyerap
pengangguran yang ada. Administrasi birokrasi harus seefesian mungkin. Jangan
jadikan biriksasi yang bertele-tele membuat pengusaha jadi enggan dalam memulai
suatu usaha. Apalagi cara ini akan meningkatkan biaya produksi perusahaan.
Kedua,
meningkatkan kemampuan kerja. Pengangguran di Indonesia disebabkan salah
satunya karena kemampuan tenaga kerja (skill) kita yang rendah. Untuk hal ini
pemerintah harus terus menjaga kualitas pendidikan dan pelatihan yang baik.
Kejadian Ujian Nasional di beberapa daerah menjadi pelajaran yang amat berharga
untuk mengevaluasi kembali apakah kebijakan ini dapat meningkatkan kualitas
pendidikan kita.
Masih
banyak lagi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menekan angka
pengangguran. Yang perlu selalu di ingat adalah pengangguran sangat dekat
dengan kemiskinan. Dan kemiskinan pasti akan menyimpan potensi konflik yang
besar.
B. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian , tempat
berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup.
Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan
yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian
orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang”
biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin”.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori. yaitu Kemiskinan absolut
dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang
konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh
dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah
jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori
per hari untuk laki laki dewasa). Penyebab kemiskian di Indonesia terdapat
beberapa alasan yaitu:
·
Penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
·
Penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga
·
Penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
·
Penyebab
agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi;
·
Penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
C. Harga
Masalah ekonomi yang satu ini pasti
muncul ke permukaan saat perayaan hari besar keagamaan. Harga selalu membumbung
tinggi saat perayaan hari besar keagamaan, apalagi harga Sembilan bahan pokok
(Sembako). Ibu Rumah tangga selalu mengeluh tentang harga Sembako yang naik
tinggi.
Pokok masalah ekonomi ada tiga, yaitu:
produksi, konsumsi dan distribusi.
·
Produksi, menyangkut masalah usaha atau kegiatan mencipta atau menambah
kegunaan suatu benda.
·
Konsumsi, menyangkut kegiatan menghabiskan atau mengurangi kegunaan suatu
benda.
·
Distribusi, menyangkut kegiatan menyalurkan barang dari produsen kepada
konsumen.
Krisis finansial global yang terjadi
sejak akhir tahun 2007 telah menyebabkan perlambatan ekonomi global secara
bertahap. Diperkirakan daya beli masyarakat menurun. Banyak pihak yang
mengatakan bahwa krisis hanya terjadi pada negara maju seperti Amerika Serikat
dan Uni Eropa. Namun perlu diingat bahwa sebagian besar negara yang kekuatan
pasarnya sedang tumbuh (energing market) menguasai 60% pangsa pasar ekspor ke
Amerika Serikat dan negara-negara maju. Karena itu, jika terjadi penurunan
permintaan, pasti akan berdampak terhadap permintaan barang-barang dari
negara-negara yang sedang tumbuh (emerging countries). Tentu hal ini akan
berakibat pada menurunnya kinerja berbagai sektor usaha, khususnya industri.
Harapan untuk segera terlepas dari
himpitan krisis ekonomi yang terjadi sejak akhir tahun 2007 nampaknya bukan
merupakan sesuatu yang berlebihan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator ekonomi, seperti tingkat suku bunga perbankan yang terus menurun,
menyesuaikan suku bunga SBI, inflasi yang semakin terkendali serta transaksi di
bursa efek yang semakin bergairah. Kondisi tersebut setidaknya dapat ditangkap
sebagai sinyal bahwa Indonesia sudah mulai memasuki tahap recovery atau
kebangkitan.
Memang masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi dan sekaligus menentukan tingkat prosentase pemulihan ekonomi dan
tingkat suku bunga bank, inflasi serta kondisi bursa efek pada umumnya dapat
dijadikan sebagai barometer.
D. Profit
Dalam ilmu ekonomi, kita selalu membahas
masalah ini. Bagaimana kita dapat memperoleh laba dengan modal yang sekecil
kecilnya. Ini merupakan prinsip utama dalam ekonomi.
E. Inflasi
Dalam lingkup ekonomi makro, kita akan terus
berkelut dengan masalah yang satu ini. Inflasi dapat diartikan sebagai naiknya
harga barang yang naik terus menerus akibat banyaknya uang yang beredar di
masyarakat terlalu banyak.
Inflasi dapat
disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi
dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga
termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari
peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam
hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal
(perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan
infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi
tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan
dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini
terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih
disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang
utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan
suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor
industri keuangan.
Inflasi
desakan biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk
adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan
yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini
atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau
juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi
sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di
sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll,
sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu
juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi
dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan harga, misalnya bahan baku dan
kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta
menaikkan harga barang-barang.
Inflasi
memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya
inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada
saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau
dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja,
menabung, atau mengadakan investasi dan
produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para
penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh
juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi
sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun
1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun pada tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli
uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya pengusaha,
tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga
menyebabkan orang enggan untuk menabung
karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan
menghasilkan bunga, namun
jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang
enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank
yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang
yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat
pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan
pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau
pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
F. Hutang
Saat pemerintah terus menerus melakukan
kebijakan mendorong ekonomi melalui defisit anggaran, permasalahan utang yang
membengkak menghadang di depan. Krisis utang pemerintahpun mulai muncul dan
menjalar seperti apa yang terjadi di Eropa. Selain itu, kebijakan moneter
longgar menyebabkan uang beredar meningkat dan mendorong harga-harga ikut naik.
Apabila defisit fiskal tadi dimonetisasi, inflasi yang tinggi kemudian menjadi
ancaman. Akibatnya, suku bunga mulai harus ditingkatkan, dan langkah pemulihan
ekonomi kembali terhambat.
G. Sistem Ekonomi
Sistem Ekonomi pasti akan selalu bergam di
setiap negara. Sebut saja sistem ekonomi sosialis, kapitalis dan campuran dan
sebagainya. Namun sekarang ini di dunia disebut sebut memasuki fase non
ideologis dimana sistem ekonomi melebur menjadi satu.
H. Ekonomi Politik
Di era sekarang ini, ilmu ekonomi tidak bisa
berdiri sendiri. Masalah ekonomi tidak dapat diselesaikan dengan memakai
pandangan tunggal (ekonomi saja). Oleh sebab itu, politik terintegrasi untuk
melihat permasalahan secara lebih luaus dan dalam.
I. Kesejahteraan
kesejahteraan adalah
sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan
melalui pemberian peran yang lebih penting kepada Negara dalam memberikan
pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Spicker
(1995:82), misalnya, menyatakan bahwa negara kesejahteraan “…stands for a
developed ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to
the best possible standards.” Negara kesejahteraan mengacu pada peran
pemerintah yang responsif dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian
sehingga mampu menjalankan tanggungjawabnya untuk menjamin ketersediaan
pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya
(Esping-Andersen, 1990; Triwibowo dan Bahagijo, 2006). Konsep ini dipandang
sebagai bentuk keterlibatan negara dalam memajukan kesejahteraan rakyat setelah
mencuatnya bukti-bukti empirik mengenai kegagalan pasar (market failure)
pada masyarakat kapitalis dan kegagalan negara (state failure) pada
masyarakat sosialis (lihat Husodo, 2006).
Dalam konteks ini,
negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai “penganugerahan hak-hak
sosial” (the granting of social rights) kepada warganya (Triwibowo dan
Bahagijo, 2006). Semua perlindungan sosial yang dibangun dan didukung negara
tersebut sebenarnya dibiayai oleh masyarakatnya melalui produktifitas ekonomi
yang semakin makmur dan merata, sistem perpajakan dan asuransi, serta investasi
sumber daya manusia (human investment) yang terencana dan melembaga. Dapat
dikatakan, negara kesejahteraan merupakan jalan tengah dari ideologi
kapitalisme dan sosialisme. Namun demikian, dan ini yang menarik, konsep negara
kesejahteraan justru tumbuh subur di negara-negara demokratis dan kapitalis,
bukan di negara-negara sosialis. Di negara-negara Barat, negara kesejahteraan
sering dipandang sebagai strategi ‘penawar racun’ kapitalisme, yakni dampak
negatif ekonomi pasar bebas. Karenanya, welfare state sering disebut
sebagai bentuk dari ‘kapitalisme baik hati’ (compassionate capitalism)
(Suharto, 2006). Meski dengan model yang berbeda, negara-negara kapitalis dan
demokratis seperti Eropa Barat, AS, Australia dan Selandia Baru adalah beberapa
contoh penganut welfare state. Sedangkan, negara-negara di bekas Uni Soviet dan
Blok Timur umumnya tidak menganut welfare state, karena mereka bukan negara
demokratis maupun kapitalis (Suharto, 2006).
Oleh karena itu,
meskipun menekankan pentingnya peran negara dalam pelayanan sosial, negara
kesejahteraan pada hakekatnya bukan merupakan bentuk dominasi negara.
Melainkan, wujud dari adanya kesadaran warga negara atas hak-hak yang
dimilikinya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Negara diberi mandat untuk
melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak warga negara.
Sumber:
http://ekonomi-kaumdhuafa.blogspot.com/ Post Minggu, 24 April 2011
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
George Reisman, Capitalism:
A Treatise on Economics (Ottawa : Jameson Books,
1990), 503-506 & Chapter 19 ISBN 0-915463-73-3
0 komentar:
Posting Komentar